Ayo Bung Karno …. Kita Bikin Persetujuan !
Sriwijaya Merdeka : Surabaya
#SalamSrika
Isa Ansori, Kolumnis
Nampaknya puisi karya Chairil Anwar ini sangat tepat menggambarkan suasana kebangsaan yang sedang terjadi.
Ayo! Bung Karno, kasih tangan, mari kita bikin janji, aku sudah cukup lama dengar bicaramu, dipanggang di atas apimu, digarami lautmu dari mulai tanggal 17 Agustus 1945.
Aku melangkah kedepan berada rapat di sisimu, Aku sekarang api, aku sekarang laut, Bung Karno! Kau dan aku satu zat, satu urat. Di zat mu, di zat ku kapal kapal kita berlayar, di urat mu, di urat ku, kapal – kapal kita bertolak dan berlabuh.
Chairil sebagai representasi golongan muda, berharap kepada Soekarno, semangat yang dimiliki tidak berhenti pada dirinya, tapi juga menyatu bersama semangatnya masyarakat Indonesia mengawal api revolusi Indonesia.
Lalu apa itu api revolusi Indonesia? Tentu saja sebuah semangat menghadirkan janji konstitusi sebagaimana amanat UUD 1945 dan Pancasila. yang diawali dengan janji Proklamasi.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Baca Juga : Pada Akhirnya Akan Nganies Semua ?
Ada semangat Merdeka, semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia, bersatu, adil dan makmur serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Narasi – narasi seperti diatas menjadi suatu narasi yang ikonik yang secara kebetulan dibawah oleh Anies Baswedan dalam membawa isu perubahan. Sekali lagi perubahan bukan hanya sekedar pergantian. Pergantian yang membawa perubahan, sebagaimana semangat yang disuarakan oleh Iwan Fals saat ini dan rakyat Indonesia.
Lalu seandainya Bung Karno harus membuat perjanjian mengawal api revolusi dan perubahan menghadirkan amanah konstitusi serta semangat proklamasi kepada rakyat Indonesia, dengan siapa Bung Karno harus membuat perjanjian?
Setidaknya ada nama – nama yang selama ini muncul dengan klaim klaim Soekarnois, namun kadang nilai – nilai yang dibawah adalah nilai – nilai yang justru melakukan pembusukan terhadap nilai – nilai tersebut, dan ada juga mereka yang tak sok menyebut dirinya Soekarnois, namun tindak tanduk dan perilakunya dalam berbangsa dan bernegara justru membawa api revolusi yang dikumandangkan oleh Soekarno.
Klaim paling Soekarnois bisa kita lihat dari mereka yang menyebut dirinya sebagai kader PDIP, seperti Hasto, Puan Maharani, Masinton, Jokowi, Ganjar dan lain. Setidaknya dari mereka ini, bisa disebut ada dua jenis kader, kader ideologis dan kader biologis. Namun benarkah? Biarlah sejarah akan mengukur dan mencatat jejak mereka.
Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani adalah jelas merupakan kader biologis dan ideologis Bung Karno, tapi apakah yang lain ya juga bisa dikatakan juga kader ideologis?
Cara mengukurnya sederhana. Kader biologis adalah mereka yang secara langsung punya kaitan darah dengan Bung Karno, sehingga kader biologis hanya mereka yang termasuk dalam trah Soekarno.
Kader ideologis adalah kader yang diharapkan mampu menyerap nilai – nilai ideologis yang dibawah dan disemai oleh Bung Karno, nilai – nilai keberpihakan terhadap rakyat, melawan ketidak adilan, nilai persatuan, nilai perdamaian dan nilai – nilai kemanusiaan. Itulah sejatinya semangat marhaen yang diyakini oleh Soekarno.
Dinamika pilpres 2024 ternyata mampu membuka “kedok” siapakah sebenarnya kader ideologis yang sebenarnya dan siapa yang hanya memanfaatkan klaim Soekarnois untuk kepentingannya.
Klaim Hasto yang akan menutup pintu kerjasama membangun negara dengan partai yang mengusung Anies, adalah sebuah pernyataan yang naif dan merendahkan api revolusi Soekarno. Bagaimana Bung Karno melakukan upaya – upaya bersama melahirkan Proklamasi dan UUD 1945.Ada semangat bersama para pendiri bangsa. Duduk dengan semangat menghadirkan kemerdekaan dan kesejahteraan, persatuan dan keadilan, mencari titik persamaan, bukan mempertajam perbedaan.
Klaim – klaim saya Indonesia, Saya Pancasila yang justru dalam prakteknya banyak merongrong kehidupan bangsa, memecah belah, anti kritik, otoriter, korupsi, berpijak kepada oligarki, merasa paling benar, adalah sederet praktek kotor bernegara yang mencederai api revolusi Indonesia.
Megawati, Puan, Yeni Wahid dan Anies Baswedan, adalah mereka anak – anak ideologis dan biologis semangat api revolusi Indonesia yang dibawah oleh leluhurnya masing – masing. Megawati dan Puan adalah keturunan darah biologis Soekarno. Yenny Wahid keturunan dari KH Hasyim Asyari dan Gus Dur, sedang Anies Baswedan keturunan dari AR Baswedan, sejawat Bung Karno ketika mencari dukungan kemerdekaan RI ke negara negara Timur Tengah. Secara biologis jelas mereka ada keterkaitan langsung dengan Bung Karno, secara ideologis juga jelas keberpihakannya kepada rakyat kecil dan semangat menghadirkan semangat amanah konstitusi, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sehingga kalau harus dilakukan perjanjian dengan Bung Karno, kemana arah bangsa ini dititipkan, hanya akan bisa dijaga oleh mereka yang secara langsung bisa memahami semangat api revolusi tersebut.
Ada banyak nama – nama semangat perubahan yang saat ini muncul sebagai representasi perubahan dan semangat api revolusi, meski tidak secara biologis, namun secara ideologis sangat menjiwai.
Sebut saja Puan Maharani, Yenny Wahid, AHY, dan Anies Baswedan. Nama – nama ini sering muncul di publik menjadi calon pemimpin masa depan.
Nama Ganjar yang diawal digadang, kini semakin tenggelam, setelah munculnya kasus Wadas, ditambah lagi upaya istana memaksakan Ganjar, semakin membuat Ganjar terstigma sebagai calon yang akan melindungi oligarki.
Kalau toh harus membuat perjanjian dengan Bung Karno, nampaknya Bung Karno bisa tersenyum dan berharap kepada nama – nama Puan, Yenny Wahid, AHY dan Anies Baswedan.
Tentu saja kalau harus melihat rekam jejak pelaksanaan api revolusi Indonesia, Bung Karno akan tersenyum melihat jejak Anies di Jakarta. Jejak sejarah yang tak bisa diingkari, jejak sejarah yang sebenarnya, jejak sejarah yang mampu menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dinamika Pilpres 2024, akan terus berlangsung, Megawati dengan naluri seorang ibu, kader ideologis dan biologis tentu akan sangat peka dan merasakan siapa yang layak menjadi penerus cita – cita api revolusi itu, bukan tidak mungkin Megawati akan melakukan manufer kenegarawanan bersama Koalisi Perubahan mengusung Anies untuk menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Semoga!
Surabaya, 25 Februari 2023
Isa Ansori
Kolumnis