Makna Imlek dari Sejarah Cina Kuno

Sriwijaya Merdeka: Palembang

#SalamSrika

Imlek merupakan peringatan Tahun Baru Cina yang biasa dijalankan oleh kaum Tionghoa. Tak hanya itu, Imlek juga menandakan bahwa musim semi segera tiba, mengingat Imlek diperingati berdasarkan kalender lunar Cina. Secara harfiah, tahun baru cina diambil dari bahasa Tionghoa, yaitu Chunjie (春节) yang artinya Festival Musim Semi. Imlek juga menggambarkan suasana ketika musim semi tiba, yang berarti musim dingin telah usai. Dilansir dari Cite Seerx, perayaan Imlek berlangsung dari malam tahun baru, tepatnya  sebelum hari pertama. Setelah itu, dilangsungkan festival lampion.

Di beberapa negara, perayaan Imlek kerap menjadi hari libur nasional karena dianggap sakral, layaknya hari raya agama lain. Mengutip buku Multicultural Encyclopedia (2005) karya Christian Roy, kelompok masyarakat yang turut merayakan Imlek seperti Tibet, Tiongkok, Korea, Vietnam, Okinawa (Jepang), Malaysia, Myanmar, dan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara hingga Australia, Eropa, Amerika, hingga Afrika. Merangkum History.com, Imlek biasa dikaitkan dengan mitos dan tradisi masyarakat. Termasuk di dalam rangkaiannya adalah memberikan penghormatan kepada dewa dan leluhur. Ecenglish sempat membahas kalau di Tiongkok, adat dan tradisi memperingati imlek cukup beragam. Pada malam sebelum perayaan, biasanya dirayakan dengan berkumpul dengan keluarga untuk makan malam. Dengan begitu, makna Imlek tak semata-mata beribadah dan untuk mencari keberuntungan, namun memiliki banyak makna dan tujuan tertentu. Misalnya Imlek identik dengan warna merah yang dianggap sebagai pembawa keberuntungan serta kebahagiaan. Sebelum hari perayaan, mereka yang merayakan juga membersihkan rumah, termasuk menyapu semua bagian. Tujuannya, untuk ‘menyapu’ nasib buruk, melancarkan hal baik dan keberuntungan agar bisa masuk ke dalam rumah. Selain itu, pemilihan aksesoris dekorasi serta penempatan hiasan Imlek juga menjadi perhatian bagi mereka yang merauakan. Semua upaya tersebut memiliki arti dan dipercaya dapat membawa keberkahan hidup. Masyarakat Tionghoa, maupun mereka yang merayakan Imlek umumnya akan menempelkan kaligrafi ‘Fu’ di pintu atau dinding. Hiasan satu ini dianggap mampu membawa kebahagiaan, kekayaan, dan umur panjang. Sebagian juga memajang karakter Fu terbalik, agar berkah yang didapatkan tumpah ruah.

Selain membahas makna Imlek, mengenal sejarah Imlek juga menarik untuk diketahui. Melansir Sohu.com, perayaan tahun baru Imlek pertama berlangsung pada masa peperangan (475 SM – 221 M). Di mana, sebuah festival musim semi akhirnya menjadi perayaan wajib bagi bangsa Tionghoa. Sebelumnya, orang Cina kuno kerap memperingati festival pertengahan musim gugur. Suasana dan kegiatan selama perayaan festival-festival tersebut digambarkan melalui buku Classic of Poetry karya Qi Yue. Disebutkan kala itu orang-orang berkumpul, bersulang dengan tamu, menyembelih domba dan memasaknya. Di salah satu negara bagian yakni Lushi Chunqiu, terdapat ritual pengusiran setan untuk mengatasi penyakit bernama ‘Big Nuo.’ Sementara itu, ada juga tradisi membersihkan rumah secara menyeluruh. Pada buku Simin Yue Ling karya Chui Shi yang rilis sekitar tahun 170 pada Era Umum, dijelaskan bahwa terdapat perayaan pada hari, awal bulan pertama yang bernama Zheng Ri. Disebutkan kala itu, Chui Shi membawa anak, istri, cucu, dan cicitnya untuk menyajikan anggur kepada orang tua. Mereka bersulang dan mendoakan agar orang tua tetap sehat. Pada era dinasti Jin (266-420 M), terdapat tradisi perayaan malam tahun baru dengan berpesta sepanjang malam yang disebut Shousui. Mereka melangsungkan pesta hingga matahari terbit. Tak hanya itu, buku dari dinasti utara dan Selatan yang berjudul ‘Jingchu Shishiji’ juga menjelaskan tentang tradisi membakar bambu pada pagi hari tahun baru. Disebutkan bahwa zaman dahulu, keluarga berkumpul di sekitar debutiang bambu yang meledak. Diketahui bahwa tujuan dari tradisi bakar bambu tersebut bertujuan untuk menakut-nakuti roh jahat. Bambu yang berisik karena meledak mampu menimbulkan suara bising.
Tradisi tersebut tetap berkembang hingga sekarang namun menggunakan media yang berbeda. Tidak lain adalah petasan yang biasanya digantung di depan rumah orang Tionghoa. Pada waktu tertentu, petasan tersebut diledakan. Selanjutnya pada masa kepemimpinan dinasti Tang terdapat tradisi mengirim dasi bai nian yang tidak lain adalah kartu ucapan tahun baru. Hal tersebut disinyalir digagas oleh Kaisar Taizong yang menuliskan ‘seluruh bangsa merayakan bersama.’ Diketahui bahwa tulisan tersebut ditulis pada daun emas dan dikirimkan kepada menteri. Selain itu, Song Zhang Tang Ying juga sempat menulis tentang tradisi lain di dalam bukunya yang berjudul Shu Tao Wu tentang malam tahun baru. Disebutkan bahwa kaisar memerintahkan Xin Yinxun (seorang sarjana) untuk menulis bait di atas kayu persik dan menggantungnya di pintu kamar kaisar. Sejak saat itu, tradisi tersebut banyak dilakukan oleh masyarakat setempat. Dapat disimpulkan bahwa Imlek merupakan gabungan dari beberapa peringatan.Termasuk juga ritual menyembah leluhur yang masih dilaksanakan hingga sekarang. Di kediaman mereka yang merayakan, biasanya terdapat titik tertentu yang menyediakan sejumlah hidangan hingga kudapan untuk sang leluhur. Demikian pembahasan tentang makna Imlek yang sebenarnya berangkat dari sejarah dan kebiasaan masyarakat di zaman Cina kuno.

Penulis: Ghina Aulia
https://katadata.co.id/intan/lifestyle

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »