Megawati Bikin Ganjar dan Jokowi Frustasi?

Sriwijaya Merdeka : Surabaya

#SalamSrika

Isa Ansori, Kolumnis

Sikap Megawati yang belum kunjung umumkan siapa bakal calon presiden yang diusung, membuat gelombang di wilayah Jokowi semakin tak terarah.

Megawati menunjukkan kelasnya sebagai politisi berpengalaman, digdaya dan berwibawah. Dengan kekuatannya sebagai ketua umum PDIP yang mendapat mandat penuh untuk menentukan siapa capres dan cawapres yang akan diusung, sampai saat ini beliau masih bergeming belum menentukan siapa yang akan diusung.

Namun kalau dicermati, sikap Megawati tak seratus persen diam, Megawati justru membuat langkah – langkah jitu memberi sinyal kepada siapa rekomendasi capres dan cawapres akan disematkan.

Dalam beberapa kesempatan, Megawati mengutus Puan untuk melakukan safari politik bertemu para pimpinan partai, sebuah sikap yang diametral dengan apa yang dilakukan oleh Ganjar dan Jokowi.

Ganjar dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Jateng, tapi langkahnya sangat luar biasa melakukan kunjungan kebeberapa daerah di Indonesia, entah dia sebagai apa, tapi yang jelas apapun dia lakukan agar keberadaannya jelas seolah ada dan diterim oleh bangsa Indonesia.

Bahkan nama Ganjar menjadi nama “kesayangan” lembaga – lembaga survei untuk selalu ada diposisi tiga besar, tetapi tidak pernah nomor tiga. Nama Ganjar, Prabowo dan Anies, atau Prabowo, Ganjar dan Anies selalu urutannya seperti itu. Tapi sudah biarlah, meski realitasnya tak seperti itu.

Baca Juga :              Anies Baswedan Antara Gagasan dan Tindakan

Hal yang sama juga dilakukan oleh Jokowi. Dalam kapasitasnya sebagai presiden, Jokowi seringkali “offside” dalam memilih sikap keberpihakan kepada calon. Jokowi seringkali menempatkan dirinya sebagai politisi, bukan presiden atau negarawanan yang harus netral dan “wellcome” kepada siapapun kelak akan meneruskan suksesi kepemimpinannya. Sehingga dalam banyak hal berkaitan dengan capres Jokowi memihak kepada beberapa calon dan memusuhi calon yang lain. Sebuah sikap yang jauh dari negarawan.

Sikap Megawati yang masih belum menentukan sikap tentang siapa yang akan diusung, lalu munculnya fonomena “Aniestetic”, Anies menjadi idola dan harapan baru masyarakat Indonesia, sebagaimana yang pernah terjadi pada SBY 2003 dan Jokowi 2014, inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya tsunami sikap pada Jokowi dan Ganjar.

Ganjar adalah calon yang memang digadang – gadang oleh Jokowi, namun Jokowi bukanlah pemilik otoritas di partai. Jokowi hanya petugas partai. Sehingga Jokowi tak punya kewenangan untuk menentukan.

Ganjar adalah calon yang memang digadang – gadang oleh Jokowi, namun Jokowi bukanlah pemilik otoritas di partai. Jokowi hanya petugas partai. Sehingga Jokowi tak punya kewenangan untuk menentukan. Yang bisa dilakukan oleh Jokowi hanyalah memberi sinyal – sinyal untuk mempengaruhi partai dan gimic gimic keberpihakan.

Meski Ganjar dan Jokowi melakukan selebarasi politik untuk mengambil momentum pencapresan, namun sayangnya partai politik tak selalu seiring sejalan dengan kemauan Jokowi. Partai NasDem yang berada didalam Koalisi Pemrintah justru memilih sikap untuk melanjutkan suksesi dengan perubahan dan keberlanjutan. Sebuah sikap bagaimana melihat masa depan Indonesia yang lebih baik, adik dan sejahtera.

KIB, gabungan Partai Golkar, PAN dan PPP, yang merupakan koalisi gabungan partai pendukung pemerintah, juga belum memberi sinyal dukungan kepada Ganjar, bahkan Airlangga Hartarto, ketua Golkar, menegaskan bahwa capres dari Golkar adalah dirinya. Sebuah sikap wajar dari ketua umum partai.

Apalagi Gerindra dan PKB yang membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya ( KKIR) memasang harga mati, Prabowo – Muhaimin Iskandar. Tentu ini menjadi sulit bagi Jokowi untuk “menitipkan” Ganjar.

Pintu – pintu Ganjar semakin meredup, apalagi ditambah sikap Ganjar yang mulai menampakkan gejala kehati hatian dan kecemasan. Namun sayangnya Ganjar mengalami “blunder” ketika mengintimidasi media, sebuah sikap yang jauh dari sikap Ganjar yang selama ini tampakkan begitu dekat dengan media. Paska itu, serangan terhadap Ganjar tak henti, Noel yang selama ini secara terbuka mendukung Ganjar, justru secara terbuka membubarkan Jokman yang dipimpinnya, dan berbalik mendukung Prabowo dan memuji sikap Anies yang justru lebih berintegritas dan berpihak pada rakyat.

Apa yang dilakukan oleh Noel sejatinya masih linier dengan kemauan Jokowi, karena Jokowi juga berharap Prabowo adalah orang yang bisa “dititipi” masa depannya bersama kroni kroninya.

Apa yang dilakukan oleh Noel sejatinya masih linier dengan kemauan Jokowi, disinilah Noel mampu menunjukkan loyalitasnya kepada Jokowi, bukan seperti mereka gang buzzer yang hanya menjilat saja. Noel mampu memerankan perannya secara baik dalam orkestrasi transisi kepemimpinan yang elegan. Mendukung Prabowo, memuji Anies.

Namun sayangnya orkestra cantik Noel tak diimbangi oleh selebarasi apik Jokowi. Jokowi justru menampilkan dirinya sebagai sosok yang masih digdaya, pernyataan Jokowi dalam peringatan harlah PPP yang ke 50, justru menampakkan justru semakin menjadikan Jokowi terpuruk dan mendapatkan antipati publik. Pernyataan yang sarat dengan memecah belah dan membedakan.

Jokowi lupa bahwa dalam politik berlaku adagium tidak ada kawan yang abadi, yang ada kepentingan. Ditengah semakin dekatnya perhelatan pilpres maka kepentingan – kepentingan yang akan mengedepan. Kepentingan itu bisa kepentingan kekuasaan dan kepentingan kenegaraan untuk kesejahteraan rakyat dan masa depan Indonesia.

Nah bila kedua kepentingan itu tak bisa dipenuhi olehnya, pastilah Jokowi akan ditinggalkan.

Sikap Jokowi yang memainkan peran antagonis seolah digdaya, memainkan isu tiga periode dan hal hal lain yang justru membahayakan proses demokrasi dan suasana kehidupan berbangsa seharusnya bisa ditahan terlebih dahulu. Apalagi PDIP juga tegas melawan isu tiga periode dan tetap bergeming dengan siapa calon yang akan diusung.

Sikap Megawati dan PDIP yang seperti inilah yang membuat Ganjar dan Jokowi harus balik kanan dan menahan diri dulu.

Kita berharap Jokowi menjadi mentor bangsa dipenghujung masa kepemimpinannya.

Kita nggak tahu suasana kebatinan seperti apa yang sedang terjadi pada Ganjar dan Jokowi, namun sikap itu bisa dibaca bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi dan Ganjar akhir akhir ini lebih menunjukkan adanya sikap cemas, panik dan frustasi. Semoga saja tidak!

Kita doakan Jokowi husnul khotimah diakhir periodenya.

Surabaya, 18 Maret 2023

Isa Ansori
Kolumnis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »