Diplomasi Bubur Yang Mencemaskan Oligarki
#Sriwijaya Merdeka : Bandung
#SalamSrika
Senin, 30 Dzul Qa’dah 1444 Hijriah / 19 Juni 2023 M
Isa Ansori
Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Dinamika politik tanah air sepertinya mulai beralih dan bergeser, dari sesuatu yang dulu dianggap tidak mungkin, kini menjadi mungkin, bahkan cara berpikir politik segregasi, politik yang memecah belah, kini mulai juga berangsur memudar.
Pertemuan antara Puan Maharani, Ketua DPP PDI-P dan AHY, Ketua Partai Demokrat, nampaknya menjadi jawaban betapa politik pecah belah sudah sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Adu domba, saling fitnah bahkan stigma siapapun yang dianggap tidak sama, maka dianggap sebagai musuh, layak untuk dijegal, difitnah dan kalau perlu dihabisi. Potret politik tak beradab seperti inilah yang hampir sepuluh tahun ini dikembangkan.
Diplomasi yang diawali dengan olahraga jalan kaki dan makan bubur ini seolah menjadi penegasan bahwa PDIP akan ambil bagian untuk mengakhiri situasi politik yang mencemaskan ini. Tentu saja sikap PDIP ini juga akan memberi gambaran bahwa PDIP akan menjauh dari sikap politik pecah belah yang selama ini dianut rezim dibawah kendali oligarki.
Sikap PDIP yang dibawakan oleh Puan ini tegas membantah pernyataan Hasto sebelumnya yang mengatakan bahwa PDI-P tak akan mungkin bekerja sama dengan Demokrat dengan berbagai alasan, bahkan juga dengan PKS maupun Partai Nasdem. Hasto memberi syarat, PDIP akan bisa bekerja sama kecuali dilakukan peninjauan kembali capres yang diusung. Sikap Puan ini membawa PDIP pada suasana baru, membuka ruang diplomasi kepada siapapun.
Keberanian Puan mengundang AHY untuk bertemu dan berdialog sambil makan bubur ini, menegaskan bahwa PDIP mulai berjarak dengan Jokowi. Lalu Hasto berada di pihak mana? Betapa tidak, AHY yang berada pada kubu Koalisi Perubahan Untuk Persatuan, saat ini sedang menghadapi upaya pembegalan Partai Demokrat dari Moeldoko yang juga Kepala Kantor Staf Presiden.
Pertemuan ini juga memberi sinyal dan penegas bahwa PDIP mengakui Partai Demokrat dibawah kepemimpinan AHY. Partai inilah partai yang sah dan diakui negara. Sementara disatu sisi, pemerintah dibawah kendali Jokowi, terlihat membiarkan cara Moeldoko membegal partai Demokrat.
Sikap ini juga menjadi kelanjutan dari penetapan Ganjar sebagai capres PDIP yang kemudian menutup pintu Jokowi cawe cawe di dalam PDI-P. Ganjar sekarang dibawah kendali penuh PDI-P. Bagi Puan membuka dialog dengan AHY dan Partai Demokrat bisa dibaca sebagai sinyal adanya perpecahan antara PDIP dengan Jokowi. Aura perpecahan itu juga semakin terbuka ke publik, tuntutan PDIP di Mahkamah Konstitusi tentang Pileg agar tertutup juga ditolak oleh MK, padahal selama ini apa apa yang menjadi kemauan PDI-P akan selalu dipertimbangkan untuk dijalankan pemerintahan Jokowi.
Tentu saja pertemuan ini akan menambah deret oposisi Jokowi meski tidak terang terangan. Setelah di tinggal oleh Nasdem, kini Jokowi juga mulai ditinggalkan oleh PDI-P. Larinya dua partai penopang koalisi pemerintah saat ini, tentu akan mengganggu diplomasi dan kebijakan – kebijakan Jokowi. Dampaknya para oligarki dan asing yang selama ini diuntungkan, akan mengalami ketidakpastian dan ketakutan, hal ini akan berakibat pada tingginya tingkat kecemasan mereka pada rezim.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Puan dan AHY bahwa ini adalah awal mula pertemuan, tentu saja akan ada pertemuan lanjutan. Sehingga kalau pertemuan itu akan dilanjutkan terus, bukan tidak mungkin berkembang pertemuan PDI-P dengan Koalisi Perubahan Untuk Persatuan.
Dinamika pilpres juga akan sangat cair, kalau menyimak obrolan Puan dan AHY, meski kami berbeda pilihan capres, tapi kita punya kesamaan, kalau untuk urusan menyelamatkan negara kita bisa bersama. Kalimat ini harus digaris bawahi, Bahwa AHY sudah terikat dengan Koalisi Perubahan, tentu tak mungkin AHY akan bertindak diluar kesepakatan koalisinya, percayalah bahwa AHY adalah mantan prajurit yang punya integritas, tak akan dia meninggalkan gelanggang pertempuran meninggalkan kawannya, sehingga komitmen dengan Koalisi Perubahan adalah hal mutlak yang dia pegang. Begitu juga yang terjadi pada Puan dan PDI-P, urusan capres dan cawapres diserahkan sepenuhnya kepada Megawati, Ketua Umum partai, tentu Puan akan melaporkannya, mana yang terbaik, dialog yang diibaratkan sebagai dialog kakak adik bisa jadi akan menjawab isu isu yang berkembang dikalangan elit selama ini, menduetkan Anies – Ganjar atau Anies – Puan, diantara pilihan pilihan yang sudah ada didalam Koalisi Perubahan. Nah kalau itu yang terjadi, ini pasti akan mencemaskan oligarki. Bagaimana dengan Jokowi?
Surabaya, 19 Juni 2023
Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi