Koalisi Oligarki Versus Koalisi Rakyat
#SalamSrika
Kamis, 29 Ramadhan 1444 Hijriah / 20 April 2023 M
Isa Ansori, Akademisi dan Kolumnis
Dinamisasi perubahan peta politik menjelang pilpres berlangsung sangat cepat dan terlihat berbagai kepentingan yang menyeruak kepermukaan. Ada dua isu yang menyeruak dipermukaan, pertama isu yang berkaitan dengan siapa capres dan cawapres dan isu tentang narasi kebangsaan yang akan dihadirkan.
Setidaknya kalau dilihat dari dinamika yang ada, terbaca ada 4 faksi koalisi yang terbentuk, yaitu Koalisi Perubahan ( KP) yang terdiri dari Partai NasDem, Demokrat dan PKS. Koalisi Indonesia Bersatu ( KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, PAN dan PPP. Koalisi Indonesia Raya ( KIR) yang teridiri dari Partai Gerindra dan PKB. Serta PDIP yang mempunyai tiket untuk maju sendiri.
Pasca silaturahmi Ramadhan yang dihadiri partai koalisi pemerintah dan Jokowi minus PDIP dan Partai NasDem, peta koalisi kembali berubah. KIR dan KIB dengan restu Jokowi menjelma menjadi Koalisi Kebangsaan ( KB ), sedang Koalisi Perubahan, koalisi diluar Partai pemerintah juga berubah menjadi Koalisi Perubahan untuk Persatuan ( KPP).
Dialog dialog di Koalisi Kebangsaan lebih banyak diwarnai dengan perebutan posisi capres nantinya siapa. PDIP sebagai partai pemenang pemilu dan mempunyai tiket maju, menawarkan opsi akan bergabung dengan koalisi kebangsaan kalau capres dari partainya. Apa yang menjadi keinginan PDIP mendapatkan respon keras dari Golkar melalui waketumnya, Nurdin Halid. Kalau PDIP memaksakan kadernya harus capres maka lebih baik gak usah gabung, karena Golkar juga memasang harga bahwa Airlangga Hartarto, Ketua umumnya juga sebagai capres. Hal yang sama juga dilakukan oleh Gerindra, mematok Prabowo sebagai capres dan didukung oleh Jokowi.
Koalisi Perubahan untuk Persatuan ( KPP) nampaknya sudah selesai di urusan siapa yang akan menjadi capresnya dengan memberi mandat kepada Anies Baswedan dan cawapresnya diserahkan kepada Anies sambil dibicarakan didalam tim kecil yang ada. Soliditas KPP inilah yang membuat Koalisi Kebangsaan harus berpacu segera menentukan siapa capres dan cawapresnya.
Lalu siapakah diantara mereka yang kelihatannya bekerja untuk kepentingan oligarki dan siapa yang bekerja untuk kepentingan rakyat?
Rekam jejak gabungan partai dalam koalisi tentu bisa dilihat rekam jejaknya dan siapa yang akan diusung.
Koalisi Perubahan Untuk Persatuan adalah gabungan partai politik yang selama ini berada diluar pemerintahan dan ditambah satu partai berasal dari Partai koalisi pemerintahan, Partai Nasdem.
Partai NasDem dengan semangat restorasi yang diusung, partai ini kemudian memilih jalan berbeda dengan partai – partai lain yang berada didalam pemerintahan. Partai NasDem kemudian membentuk poros koalisi perubahan yang mencalonkan Anies Baswedan sebagai capresnya.
Pilihan terhadap Anies didasarkan pada harapan partai ini adanya perubahan yang lebih baik lagi untuk Indonesia kedepan.
Anies yang dikenal sebagai antitesa dari Jokowi, menyebabkan partai NasDem menghadapi beberapa ancaman dan kendala.
Narasi yang dihadirkan oleh Partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan dan juga Anies adalah narasi yang menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, narasi yang diambil dari pembukaan UUD 1945. Sehingga narasi ini adalah narasi yang yang ditujukan untuk menjalankan kepentingan rakyat.
Hal sebaliknya terjadi pada Koalisi partai pemerintah yang membentuk KIR dan KIB dan kelak menjadi Koalisi Kebangsaan, sampai tulisan ini dibuat, isu yang berkembang adalah siapa capres dan cawapres yang akan disepakati dan tentu capres dan cawapresnya adalah mereka yang bisa menjamin terlaksananya proyek proyek pemerintah yang sudah dicanangkan serta mereka yang bisa mengamankan proyek pemerintah yang sudah dijalankan.
Rezim Jokowi tentu tidak ingin apa yang dilakukan di Jakarta oleh Heru Budi, Plt Gubernur Jakarta terjadi pada dirinya, menghapus jejak kerja baik Anies. Jokowi butuh jaminan semua apa yang sudah dan akan dilakukan bisa diamankan dan terjamin, meski apa yang dilakukan banyak merugikan rakyat.
Hutang yang menumpuk akibat proyek kereta cepat China yang membebani, disahkannya UU Cipta Kerja, masuknya tenaga asing China yang kemudian terjadi konflik sosial di Morowali, Pembangunan IKN yang kemudian terkuak tak lebih merupakan proyek para taipan oligarki.
Selama pemerintahan Jokowi, bisa dilihat keberpihakan kepada rakyat terlihat hanya seolah olah melalui bantuan bantuan, padahal bukan itu yang diharapkan. Kenaikan harga BBM ditengah daya beli rakyat yang lemah adalah sebuah penindasan terhadap rakyat.
Bila melihat rekam jejak kedua Koalisi tersebut maka bisa dimaknai bahwa Pilpres 2024 adalah pertarungan memperebutkan kekuasaan antara koalisi oligarki melawan koalisi rakyat. Pilpres 2024 harus didedikasikan sebagai kemenangan rakyat. Sehingga kita akan menjadi bangsa yang merdeka dan memiliki presiden yang memang berjuang untuk kesejahteraan rakyat dan mampu menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Surabaya, 19 April 2023
Isa Ansori
Akademisi dan Kolumnis