Mewujudkan PPDB Humanisme dan Mempertimbangkan Kepentingan Terbaik Anak di Surabaya

#SalamSrika

Jumat, 2 Ramadhan 1444 Hijriah   / 24 Maret 2023 M

Isa Ansori,

Akademisi dan Kolumnis

Rubrik Haji dan Umroh : PROMO UMROH MILAD HOLIDAY ANGKASA WISATA

Momen penerimaan peserta didik baru adalah peristiwa yang berlangsung berulang – ulang, sehingga diharapkan persoalan yang muncul bisa diatasi karena belajar dari problem – problem yang sudah ada.

Namun sayangnya, persoalan yang muncul dalam penerimaan peserta didik baru selalu muncul dan selalu berulang. Mengapa? Karena kita tak pernah beranjak dari masalah yang ada. Tentu saja hal ini merugikan kita semua sebagai masyarakat, utamanya para orang tua yang anak – anaknya dan anak – anak yang sedang berjuang mendapatkan sekolah yang diharapkan.

Kita semua tahu bahwa penerimaan peserta didik baru sejak diberlakukannya UU 23 tahun 2014 terjadi pembahagian kewenangan dalam penanganan pendidikan. Pendidikan menengah atas menjadi kewenangan provinsi sedang pendidikan dasar menjadi kewenangan kabupaten / kota.

 

DISKONNNNN!!! UMROH + TURKIYE

Pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur kewenangan mengelola pendidikan menengah (SMA/SMK) dan pendidikan khusus dari pemerintah kabupaten/kota (pemkab/kota) ke (pemerintahan provinsi (pemprov), banyak daerah mulai meningkatkan perannya dalam pendidikan -khususnya pendidikan menengah.

Dalam undang-undang tersebut, pada hal pendidikan dijelaskan bahwa kewenangan pemerintah daerah mengelola pendidikan menengah naik level menjadi tanggung jawab pemprov. Dengan demikian, pemkab/kota difokuskan mengelola pendidikan dasar dan menengah pertama. Peraturan ini diterbitkan pada tahun 2016.

Masalah kemudian muncul dari berubahnya kewenangan ini, karena kebijakan Pemprov dan Pemkab / Pemkot relatif tidak sama karena memang variabel yang menyebabkan juga berbeda. Sehingga terjadi kegaduhan berulang – ulang dalam penerimaan peserta didik baru.

Sebagaimana yang diatur dalam Permendikbud No 51 / 2018 bahwa PPDB dan kemudian diperjelas lagi melalui SE Kemendikbud No. 7978 / A5 / HK. 04.01 / 2023 bahwa seleksi PPDB menggunakan jalur Zonasi, Affirmasi dan Prestasi. Jalur Zonasi diberi kuota 90 %.

Zonasi 90 % itu lalu dibagi menjadi zonasi murni 50 % , prestasi akademi 30 % dan mitra warga 20 %. Zonasi dengan model yang mengacu pada permendikbud tersebut ternyata juga menyisakan beberapa masalah, diantaranya anak anak yang kemampuannya terbatas dan berada di wilayah yang jauh dari sekolah yang diharapkan, sehingga bila mengacu pada UUPA kepentingan terbaik anak, maka anak – anak ini mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan menjadi korban.

Sementara kemampuan pemerintah membangun sekolah baru, juga sangat terbatas dan kalau toh harus dibangun juga akan membuat masalah dengan sekolah sekolah swasta yang ada daerah tersebut.

Lalu apa yang bisa dilakukan? Semestinya bila mengacu pada UUPA sebagai kepentingan terbaik anak dan komitmen Surabaya menjadi Kota Layak Anak Nasional dan Dunia, Dinas Pendidikan Surabaya bisa membuat terobosan baru dengan melakukan redefinisi tentang PPDB Zonasi.

Terobosan itu bisa dilakukan dengan membuat pembagian dua zonasi dalam satu kawasan, kawasan itu bisa berisi beberapa kecamatan. Zonasi satu mempertimbangkan wilayah peserta didik dalam satu kawasan dengan sekolah dan zonasi dua mempertimbangkan kelompok tengah yang selama tidak terafirmasi, yang kemampuannya di tengah baik secara ekonomi maupun prestasi namun tempat tinggalnya jauh dari sekolah meski berada didalam kecamatan yang berada dalam satu kawasan yang sama. Zonasi satu diberikan kuota 35 % dan zonasi dua diberi kuota 15 %. Angka 35 % dan 15 % tersebut merujuk pada data dinas pendidikan Surabaya bahwa jumlah siswa yang berasal dari kedekatan wilayah berdasar jarak adalah 35 % dari pendaftar didaerah tersebut dan 15 % berdasar pada selebihnya jarak kedekatan.

Sebagai orang bergerak dalam pendidikan dan perlindungan anak, cara ini lebih menggambarkan visi walikota Surabaya yang akan mewujudkan Surabaya sebagai kota yang maju, humanis dan berkelanjutan. Komitmen walikota Surabaya terhadap perlindungan anak dan kepentingan terbaik anak tentu tidak diragukan. PPDB dengan redifinisi zonasi dan pembagian zona dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak tanpa melanggar apa yang menjadi ketentuan dalam Permendikbud No 51 / 2018, akan menjadi bukti bahwa Surabaya memang kota yang layak terhadap anak dan menjadi Surga nya anak anak.

Surabaya, 24 Maret 2023

Isa Ansori
Pemerhati Pendidikan dan Perlindungan Anak di LPA Jatim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »
Exit mobile version