Refleksi Milad HMI ke-76

Sriwijaya Merdeka : Depok

#SalamSrika

Hasanuddin
(Ketua Umum PBHMI 2003-2005)

Hari Ahad 5 Februari 2023, bertepatan dengan 15 Rajab 1443 Hijriah, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang didirikan pada tanggal 5 Februari 1947 M, genap berusia 76 tahun.

Dalam ukuran usia manusia, bisa disebut sudah “sepuh”, namun dalam ukuran sebuah organisasi, masih tergolong belia. Karena jika usia suatu generasi dihitung untuk satu angkatannya adalah 20 tahun, maka usia 76 tahun HMI berarti saat ini generasi HMI yang sedang aktif adalah generasi ke-empat.

Telah banyak tokoh HMI yang telah meninggal dunia. Beberapa diantaranya diberi penghargaan oleh Negara sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasa dan pengabdiannya kepada Bangsa dan Negara. Kita berdoa, semoga Allah swt melipatgandakan kemuliaan-Nya bagi mereka semua.

Pencapain kader-kader HMI dalam pengabdian kepada Umat, Bangsa dan Negara, tentu tiada lain karena pertolongan Allah swt kepada mereka. Pertolongan Allah itu diperoleh tiada lain karena dalam melakukan aktifitas mereka senantiasa berpedoman kepada Al-quran dan Hadits Nabi SAW, sebagaimana yang memang menjadi inti atau fundamen dari gerakan HMI; yakni turut Al-quran dan Hadits.

Tantangan demi tantangan yang mampu dilalui generasi HMI terdahulu tentu berbeda dengan tantangan HMI hari ini. Namun demikian, sesungguhnya substansinya sama saja, yakni bagaimana mengimplementasikan secara sinergi antara nilai-nilai Keislaman yang merupakan fundamen dari setiap aksi dan gerakan dengan gerak langkah pembangunan Negara Republik Indonesia yang merupakan “bentuk” atau “surah” dari kalimatun tayyibah ummat Islam di tanah air. Telah banyak “Kitab” tertulis yang dihasilkan dalam berbagai tema pembicaraan, dalam berbagi sudut tata kehidupan kebangsaan yang dihasilkan. Namun demikian belum banyak “Kitab” yang Nyata, berupa tokoh yang menjadi teladan kehidupan yang memperoleh pengakuan secara nasional. Nama-nama seperti Prof. Lapran Pane, Ahmad Wahib, Dahlan Ranuwihardjo, Ismail Hasan Metarium, Deliar Noor, Sulastomo, Nurcholish Madjid, Marie Muhammad, Ahmad Tirto Sudiro, Malik Fajar, Ahmad Syafii Maarif, Azyumardi Azra (dan sejumlah tokoh lainnya) antara lain yang dapat disebut sebagai “Kitab yang nyata” yang telah dihasilkan oleh HMI. Tokoh-tokoh ini tidak hanya meninggalkan sejumlah karya-karya yang bermanfaat bagi umat bangsa dan negara, namun juga dapat menjadi tauladan kehidupan bagi generasi milenial HMI. Para pengurus HMI yang masih aktif, dapat mengangkat kisah perjuangan mereka untuk dipelajari dan di teladani oleh generasi HMI yang masih aktif saat ini.

Tantangan keummatan dan ke-Indonesiaan masa kini dan di masa mendatang, dari sisi bentuk-bentuknya sudah tentu terus akan mengalami perubahan-perubahan. Namun substasinya tetap sama yakni bagaimana mempertahankan nilai-nilai tauhid Islam, menjaga mata air perkaderan HMI agar tetap berada dalam bingkau syariat Islam, dan tidak keluar dari bingkai tersebut. Dan oleh karena itu nilai-nilai seperti kejujuran, objektifitas, kesungguhan atau (jihad), dalam menegakkan amar ma’ruf nahy mungkar, bersikap siddiq, tabligh, amanah, dan fathonah senantiasa relevan untuk dipertahankan dalam perkaderan HMI.

Kejujuran merupakan fundamen bagi kader HMI untuk memperoleh kekuatan yang dibutuhkan dalam menghadapi berbagai aneka tantangan tersebut.

Penanaman nilai-nilai Islam diatas, mesti terus diwariskan dari generasi ke generasi dengan memperhatikan adab, ilmu dan akhlak.

Tentu saja ditengah masyarakat yang heterogen, memperhatikan dan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada ditengah masyarakat, diperlukan oleh setiap kader HMI. Dan sebab itu, tradisi Islam yang moderat, tradisi pemikiran Islam yang inklusif masih senantiasa relevan untuk dipertahankan oleh setiap kader HMI.

Keterbukaan informasi dan kebebasan pergaulan yang niscaya dalam iklim demokrasi, bukan berarti bahwa kita mesti kehilangan jati diri.

Konsekuensi dari kepengikutan kita kepada Al-quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, adalah bahwa kader-kader HMI pastilah berbeda dengan kelompok atau komunitas masyarakat yang tidak mengikuti Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Mengikuti Sunnah Nabi Muhammad berarti menjadi seorang Muhammadanisme, dan tentu akan berbeda dengan pengikut Nicollo Machiavelli (Machiavellianismr), berbeda dengan pengikut Marx (Marxisme) berbeda dengan pengikut Stallin (Stainisme), berbeda dengan pengikut Kong Hu Chu, (Konfuchianisme), berbeda dengan pengikut Mao Ze Dong (Maoisme) dan seterusnya. Kenyataan-kenyataan seperti itu mesti dipahami dan senantiasa disadari, karena melaksanakan nilai-nilai Al-quran, berakhlak dengan akhlak Al-quran niscaya akan terjadi “furqan” (pembeda) dengan mereka yang tidak melaksanakan nilai-nilai Al-qura itu.

Menjadi kader HMI dengan mengikuti Nabi Muhammad SAW (Muhammadanisme), inilah yang disebut sebagai “kader umat”. Dan menerapkan nilai dan ajaran Nabi Muhammad dalam konteks memajukan Bangsa Indonesia itulah keindonesiaan kita. Kesadaran akan heterogenitas sosial, menuntut adanya hikmah kebijaksaan kader-kader HMI agar dapat berkonstirbusi bagi kemajuan Bangsa dan Negara, bersama dengan kelompok/komunitas sosial yang berbeda, dengan tetap memegang ciri dan atau identitasnya.

Akhirnya, melalui kesempatan yang berbahagia ini, Kami menyampaikan selamat atas Milad HMI yang ke-76 kepada seluruh keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dimanapun berada, apa pun prifesinya, disertai doa semoga Allah swt senantiasa memberikan Taufiq, Hidayah dan Inayah-Nya bagi kita semua.

Allahumma shalli ala sayyidina Muhammadin an nabiyyil ummi wa ala alihi wa shabihi wa sallim.

Depok, Sabtu, 14 Rajab 1443 H/04 Februari 2023 M.

Mansur/Srika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »
Exit mobile version