SEPOTONG KISAH BUKIT SIGUNTANG

Sriwijaya Merdeka : Palembang

#SalamSrika

Herman Suryanto

Sejarah tentang Bukit Siguntang Palembang sangat terkait erat dengan Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7 M, dan sejarah awal Masyarakat Melayu, serta cikal bakal Kota Palembang.

Di Bukit Siguntang terdapat Prasasti yang bernama Prasasti Kedukan Bukit, dan Prasasti Talang Tuwo. Ke dua prasasti tersebut hanyalah salah-satu penegasan tentang sejarah Bukit Siguntang.

Bukti sejarah selanjutnya di Bukit Siguntang adalah adanya makam raja-raja Sriwijaya.  Dan perlu anda ketahui, bahwa Kota Palembang adalah salah-satu kota tertua di Indonesia.

Dalam kitab sejarah raja-raja melayu yang ditulis di Perlis, Malaysia, disebutkan ada suatu daerah yang terletak di Muara Sungai Tatang, daerah ini yang kemudian dikenal dengan nama Palembang. Kemudian di bagian hulu Sungai Muara Tatang terdapat Sungai Melayu yang airnya mengalir ke Sungai Tatang, di dekat Sungai Melayu

Kondisi saat ini Bukit Siguntang jauh sekali dari kesan angker. Karena seluruh kawasan sudah ditata secara baik, meskipun sempat terjadi kontroversi bagi sebagaian pihak terhadap upaya penataan kawasan tersebut.

Bukit Siguntang selain menyajikan wisata sejarah, di sisi lain sering dijadikan sebagai tempat ziarah. Karena di Bukit Siguntang terdapat beberapa makam para Raja Sriwijaya.

Makam yang ada di Bukit Siguntang tersebut adalah sebagai berikut:

  • Makam Raja Sigentar Alam,
  • Pangeran Raja Batu Api,
  • Putri Kembang Dadar,
  • Putri Rambut Selako,
  • Panglima Tuan Junjungan,
  • Panglima Bagus Kuning,
  • Panglima Bagus Karang.

 

Selain itu, di Bukit Siguntang juga terdapat prasasti yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Dan di dekat area parkiran, terdapat galeri tempat barang-barang bersejarah lainnya

Bukit yang berada pada ketinggian sekitar 29 meter di atas permukaan laut dengan luas sekitar 12,8 hektar ini berlokasi di Jalan Srijaya Negara, Keluruhan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang. pada masa kolonial Belanda, Bukit Siguntang dianggap sebagai tempat yang paling indah di Palembang. Di bukit ini terdapat makam keturunan Kerajaan Sriwijaya, antara lain Segentar Alam, Puteri Kembang Dadar, Puteri Kembang Selako, Panglima Bagus Kuning, Panglima Bagus karang, Panglima Tuan Junjungan, Pangeran Raja Batu Api, dan Panglima Jago Lawang.

Bukit Seguntang sebagai bukit paling tinggi di dataran Palembang tampaknya telah dianggap sebagai tempat penting sejak masa Kerajaan Sriwijaya, beberapa temuan artefak yang bersifat buddhisme menunjukkan tempat bahwa ini adalah salah satu kawasan pemujaan dan keagamaan kerajaan. Pada tahun 1920-an di lereng selatan bukit ini ditemukan arca Buddha bergaya Amarawati. Arca berukuran cukup besar ini ditemukan dalam beberapa pecahan. Bagian yang pertama kali ditemukan adalah bagian kepalanya yang langsung dibawa ke Museum Nasional di Batavia. Beberapa bulan kemudian bagian tubuhnya ditemukan, kemudian bagian kepala dan tubuhnya disatukan. Akan tetapi hanya bagian kakinya yang kini masih belum ditemukan. Arca ini mengikuti langgam Amarawati yang berkembang di India Selatan abad II sampai V masehi. Pengaruh langgam Amarawati berkembang sampai ke Kerajaan Sriwijaya melalui hubungan dagang dan keagamaan dengan India. Arca setinggi 277 cm ini dibuat dari batu granit yang banyak ditemukan di pulau Bangka, maka disimpulkan bahwa arca ini adalah buatan setempat, bukan didatangkan dari India. Diperkirakan arca ini dibuat sekitar abad VII sampai VIII masehi. Kini arca ini dipamerkan di halaman Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, dekat Benteng Kuto Besak, Palembang.

Di daerah Bukit Seguntang juga ditemukan fragmen arca Bodhisattwa. Kepala arca digambarkan dengan rambut yang tersisir rapi dengan ikatan seutas pita yang berhiaskan kuntum bunga. Di bukit ini juga ditemukan reruntuhan stupa dari bahan batu pasir dan bata, fragmen prasasti, arca Bodhisattwa batu, arca Kuwera, dan arca Buddha Wairocana dalam posisi duduk lengkap dengan prabha dan chattra. Di daerah Bukit Seguntang ditemukan pula fragmen prasasti batu yang ditulis dalam aksara Pallawa dan Bahasa Melayu Kuno. Prasasti yang terdiri dari 21 baris ini menceritakan tentang hebatnya sebuah peperangan yang mengakibatkan banyaknya darah tertumpah, disamping itu juga menyebutkan kutukan bagi mereka yang berbuat salah.

Sekitar 3 kilometer di sebelah tenggara dekat tepi sungai Musi terdapat situs Karanganyar, yang menunjukkan bekas pemukiman. Dua prasasti dari abad ke-7 ditemukan di dekatnya pada tahun 1920, berangka tahun 682 (Prasasti Kedukan Bukit) dan 684 (Prasasti Talang Tuwo). Pada tahun 1978, 1980, dan 1982 berbagai peninggalan keramik dari masa dinasti T’ang dan Sung awal diangkat dari area di lereng dan sekitar Bukit Seguntang

Bukit Siguntang dan sekitar adalah titik pertemuan berbagai komunitas pada masa itu. Kawasan ini juga sebagai tempat untuk meluapkan kegembiraan atas kemenangan perjalanan suci Raja Sriwijaya dan pengikutnya. Peranan Bukit Siguntang juga diperkuat dengan pemberitaan I-tsing. Ia menyebutkan di Sriwijaya tinggal 1.000 biksu. Ia juga menyarankan supaya para pendeta yang ingin ke India sebaiknya belajar dulu ke Sriwijaya.

 

Menurut kitab Sulalatus Salatin, Bukit Seguntang merupakan tempat datangnya Sang Sapurba, keturunan  Iskandar Zulkarnain, yang dikemudian hari menurunkan raja-raja Melayu di Sumatra, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Malaya. Bukit Seguntang diibaratkan sebagai potongan Gunung Mahameru dalam kepercayaan Hindu-Buddha, dan dianggap suci karena merupakan cikal bakal orang-orang Melayu. Raja yang memerintah di Malaka dikatakan sebagai keturunan Sang Sapurba

Segentar Alam merupakan sosok yang dianggap perkasa keturunan Iskandar Zulkarnain. Dirinya merupakan pembawa petuah yang berhasil membawa kemakmuran dan kejayaan bagi wilayahnya. Tidak jauh dari makam Segentar Alam terdapat makam Puteri Kembang Dadar. Secara etimologi, nama Puteri Kembang Dadar berasal dari tiga kata, yaitu puteri yang dapat diartikan sebagai panggilan kehormatan bagi seorang perempuan. Sementara kembang dapat diartikan sebagai bunga, yaitu karunia alam yang gemari dan dikagumi banyak orang. Sedangkan dadar bermakna ujian. Jadi secara harfiah, Puteri Kembang Dadar merupakan gelar yang dapat diartikan sebagai puteri yang dimuliakan dan dikagumi karena mampu menahan ujian dan segala macam cobaan.

Selain menjadi tempat pemakaman bagi para keturunan Kerajaan Sriwijaya, menurut catatan sejarah, Bukit Siguntang sejak abad ke-7 telah menjadi tempat ibadah penganut Buddha. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya arca Buddha dengan tinggi mencapai 2,77 meter yang terbuat dari batu granit.

Benda bersejarah lain yang ditemukan di sekitar Bukit Siguntang adalah pecahan-pecahan tembikar dan keramik peninggalan Dinasti Tang. Penemuan pecahan keramik dan tembikar di kawasan Bukit Siguntang juga membuktikan bahwa, selain digunakan sebagai pusat kegiatan agama Buddha yang dilakukan oleh para Bikshu dan Sanggha, di pemukiman ini juga diyakini terdapat pemukiman warga. Untuk kepentingan pelestarian benda-benda penemuan tersebut kemudian disimpan di Museum Balaputera Dewa dan sebagian lagi di Museum Sriwijaya yang ada di Kompleks Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.

Masuk lebih ke dalam, pengunjung akan menemukan menara pandang yang terletak tepat di tengah-tengah Bukit Siguntang. Dari menara ini akan terlihat jelas pemandangan di sekitar bukit. Pada bagian yang lain juga terdapat relief-relief yang menginformasikan tentang banyak hal, seperti misalnya seorang pendeta yang sedang belajar agama Buddha, prasasti pendirian Kerajaan Sriwjaya, suasana yang menggambarkan kemakmuran pada masa Kerajaan Sriwijaya, kapal Sriwijaya yang melambangkan kekuasaannya di atas laut, hingga cerita tentang penumpasan bajak laut oleh Laksamana Cheng Ho dan pasukannya di perairan Sungai Musi.

Siapa yang sangka, dahulu di Kota Palembang terdapat sebuah bukit yang sejuk dikelilingi pepohonan. Tempat yang menjadi petilasan banyak tokoh dari masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Bahkan konon Sultan Mahmud Badaruddin II pernah mengajak para pemimpin yang ada di pedalaman Palembang untuk bersumpah setia kepada kesultanan di atas Bukit Siguntang.

Diolah dari berbagai sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »
Exit mobile version