Kapolda dan Dirreskrimsus Polda Sumsel Terima Laporan Dugaan Korupsi di Pemkot Palembang
#Sriwijaya Merdeka : Palembang
#SalamSrika
Jumat, 25 Romadhon 1445 H / 5 April 2024 M
Reporter : Ki Tapa, Editor Mansur Al Falimbany
Sejumlah tokoh masyarakat yang terdiri dari kalangan akademisi dan aktivis di Palembang melalui tim kuasa hukumnya, Afdhal Azmi Jambak, SH dan Indra Kasyanto, SH, MSi, CPL menyampaikan laporan dan pengaduan kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatera Selatan (Sumsel) serta Direktur Reserse dan Kriminalitas Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumsel tentang dugaan korupsi yang terjadi di Pemerintahan Kota Palembang.
Dugaan korupsi itu terkait dengan pemberian dana Tunjangan Kinerja (Tunkin) dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) serta tunjangan lainnya yang diduga dilakukan oleh Walikota Palembang, Sekda Kota Palembang selaku Ketua TAPD dan para pejabat terkait kepada sebagian pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintahan Kota Palembang.
Para tokoh masyarakat dan aktivis tersebut antara lain Ade Indra Chaniago, Rudi Gustaman dan Norman Irawan itu memberikan kuasa khusus pada tanggal 15 Maret 2024 kepada tim pengacara dari kantor Advokat dan Pengacara Afdhal Azmi Jambak & Associates antara lain advokat Afdhal Azmi Jambak, Indra Pasaribu, SH,MSI, CPL, Abdurahman Ralibi, S.H serta advokat magang Fadel Muhammad Pasaribu, SH.
“Bahwa adapun dugaan korupsi tersebut diduga dilakukan oleh Walikota Palembang, saat itu dijabat oleh H. Harnojoyo, S.Sos dengan membagi-bagikan uang rakyat di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Palembang dengan membuat Peraturan Walikota yang diduga melanggar hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dan merugikan keuangan negara berupa TUNJANGAN KINERJA (TUNKIN) dan TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI (TPP) serta tunjangan lainnya,” tulis pelapor dalam surat Nomor: 001.AAJ.AIC.TUNKIN.TPP.25032024 tanggal 5 April 2024 yang ditandatangani Afdhal Azmi Jambak dan Indra Kasyanto.
Dugaan korupsi dalam jumlah yang sangat besar diduga berlangsung bertahun-tahun, bahkan sampai saat ini ketika Palembang dipimpin oleh Drs. H. Ratu Dewa MSi selaku Penjabat (Pj) Walikota Palembang. “Klien kami sudah beberapa kali mengirim surat menanyakan perihal pemberian Tunkin dan TPP tersebut terutama mengenai besaran jumlah uang per orang, per tahun yang diberikan kepada Walikota, Wakil Walikota, Sekda, Kepala SKPD dan para pegawai di Pemkot Palembang, namun hingga kini tidak memperoleh jawaban dari Walikota Palembang maupun dari PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI UTAMA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA PALEMBANG,” tambah mereka dalam suratnya.
Dengan tidak diberikannya data jelas, transparan dan lengkap tentang “pengambilan” uang dari APBD Kota Palembang, terutama dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang untuk memperkaya diri para pejabat dan ASN di Kota Palembang, maka patut diduga disinyalir ada banyak hal yang perlu dipertanyakan bahkan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Pengambilan dana untuk “dinikmati” oleh sebagian pejabat dan pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) juga berlangsung pada saat pandemik Covid 19, dimana saat itu sebagian besar kinerja pejabat dan ASN sangat rendah dan sangat tidak patut menerima dana Tunkin dan atau TPP. Tetapi tetap diberikan. “Yang lebih miris dan zhalim lagi adalah, dana APBD Kota Palembang tersebut dibagi-bagikan kepada sebagian pejabat dan ASN yang selama ini sudah menerima gaji tiap bulan dalam jumlah cukup besar, bahkan jutaan rupiah per orang per bulan dengan fasilitas yang beraneka ragam, sedangkan sebagian rakyat warga Kota Palembang yang fakir, miskin dan anak-anak yatim tidak diberikan dana anggaran yang cukup dan wajar. Bahkan sebagian panti asuhan tidak diberikan dana dari PAD APBD Kota Palembang dalam jumlah yang wajar dan cukup,” tambah Ade Indra Chaniago.
Ade, aktivis 1998 yang kandidat Doktor di Universitas Indonesia ini menambahkan, sesungguhnya uang APBD Kota Palembang terutama PAD semestinya dipergunakan untuk pembangunan fisik dan non fisik masyarakat. “Faktanya, banyak jalan-jalan rusak, sekolah-sekolah, parit-parit dan berbagai fasilitas yang mestinya dibiayai dengan APBD tetapi tidak dianggarkan. Sebaliknya, Walikota bersama Sekda dan para pejabat terkait membuat peraturan untuk mengambil uang rakyat dengan menerbitkan Perwali. Jumlahnya milyaran. Informasi yang kami dapat ratusan milyar per tahun. Tetapi saat kami minta, walikota dan pejabat tekait tidak mau memberikan data-data pastinya,” katanya.
Sementara itu, Rudi Gustaman menegaskan, pemberian Tunkin dan TPP kepada sebagian pejabat dan ASN di Pemkot Palembang itu patut diduga korupsi. Sebab, uangnya bersumber dari pajak dan retribusi serta berbagai sumber lainnya. Seharusnya uang pajak, retribusi dan lainnya itu dipergunakan untuk kesejahteraan masyarakat, membangun jalan, jembatan, selokan dan sarana prasarana serta fasilitas untuk kesejahteraan rakyat.
“Ini kok diambil untuk dibagi-bagikan kepada oknum-oknum pejabat dan ASN, padahal kinerja mereka patut diduga tidak hebat-hebat nian bahkan jelek,” kata lelaki yang pernah menimba ilmu di Universitas IBA Palembang ini sama dengan Askolani yang mantan Bupati Banyuasin.
Rudi membaca pemberitaan di media massa, faktanya kinerja Pemkot Palembang tidak bagus. Setidaknya berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Selatan terhadap laporan keuangan tahun 2022, Pemkot Palembang melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Pendidikan, Bagian Umum dan lainnya harus mengembalikan uang ke kas negara dengan jumlah total puluhan milyar.
Pada LHP BPK RI Sumsel tahun 2023 terhadap Laporan Keuangan Pemkot Palembang tahun anggaran 2022, Pemkot Palembang harus mengambalikan puluhan milyar uang ke kas negara tersebut, sebagian di antaranya karena perbuatan melanggar hukum. Mestinya aparat penegak hukum (APH) yakni polisi, jaksa atau KPK bertindak cepat memproses sesuai hukum yang berlaku.
“Berdasarkan LHP tahun anggaran 2022 itu BPK Perwakilan Sumsel memberikan opini WDP (Wajar Dengan Pengecualian) terhadap Pemkot Palembang. WDP itu jelas-jelas menunjukkan bukti kinerja Walikota, Sekda dan jajaran Pemkot Palembang lebih jelek dari tahun sebelumnya yang memperoleh opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Mengapa dengan kinerja yang lebih jelek, masih menerima uang Tunjangan Kinerja (Tunkin) atau TPP. Oleh karena itu, kami meminta dengan hormat Kapolda Sumsel agar memproses laporan pengaduan kami dengan baik dan benar sesuai hukum yang berlaku,” katanya.
Fakta lain yang tidak terbantahkan adalah Kinerja Walikota Palembang dan jajarannya tidaklah pantas mendapat tunjangan. Salah satu buktinya adalah, angka pendapatan asli daerah (PAD) Kota Palembang tidak meningkat tajam, bahkan dalam beberapa tahun menunjukkan penurunan dan atau setidaknya tidak meningkat drastis. PAD Kota Palembang bersumber kepada retribusi, pajak daerah dan lainnya tidak pernah mencapai angka dua triliun rupiah (Rp. 2.000.000.000.000.-). Padahal menurut DR. Amiruddin Sandy, saat menjabat Kepala Bagian Humas Pemkot Palembang, Tunkin di Pemkot Palembang yang tertinggi di pulau Sumatera itu berdasarkan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) boleh diberikan asalkan PAD Kota Palembang haruslah minimal Rp. 2 Triliun. Keterangan Kabag Humas Pemkot Palembang itu dimuat di Koran TRANSPARAN MERDEKA Palembang beberapa tahun lalu.
“Tindakan Walikota, Sekda dan para pejabat terkait di Pemkot Palembang yang tidak memberikan anggaran cukup dan wajar terhadap fakir miskin dan anak-anak terlantar (terutama anak-anak yatim) sungguh merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” timpal Rudy Gustaman seraya mengutipkan Pasal 34 UUD 1945, “FAKIR MISKIN DAN ANAK-ANAK YANG TERLANTAR DIPELIHARA OLEH NEGARA.”
Bahwa dengan hanya memberikan dana Tunkin dan TPP kepada sebagian pejabat dan ASN melalui Peraturan Walikota (Perwali) sebaliknya tidak memberikan dana kepada fakir, miskin dan anak-anak terlantar maka perbuatan tersebut sudah nyata dan terang benderang inkonstitusiional dan merupakan perbuatan keji, terlarang bahkan zhalim. Di dalam Al Quran Surat An Nisa ayat 4 Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka),” tambah lelaki yang sama-sama aktif berdemonstrasi di era 1998 dengan H. Askolani yang pernah jadi Bupati Banyuasin dan Ramogers di Universitas IBA di era 1998
“Bahwa kami berharap agar Bapak Kapolda Sumsel dan jajarannya terutama, melalui Direktur Reserse dan Kriminalitas Khusus (Dirreskrimsus) agar memproses sesuai hukum yang berlaku terhadap permasalahan yang kami laporkan ini yakni dugaan korupsi di Pemerintah Kota Palembang Terkait Tunkin, TPP dan lain-lain,” kata advokat Indra Kasyanto yang termasuk salah satu pengacara yang sering mengajukan gugatan Pra Peradilan terhadap APH.
Afdhal bersama Indra Kasyanto, Rudi Gustaman dan Norman Irawan menyerahkan langsung surat ke Polda Sumsel, Jumat (5/4/2024). Untuk Kapolda diterima petugas Setum, Herlan. “Insya Allah setelah surat resmi laporan pengaduan ini, kita akan lanjutkan dengan pembuatan Laporan Pengaduan (LP) setelah Lebaran, Idul Fitri nanti,” kata Afdhal yang juga Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumsel ini.
Surat laporan pengaduan tersebut, ditembuskan kepada berbagai pihak berkompeten. “Kita tidak main-main. Surat ditembuskan ke Kapolri di Jakarta, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Ketua Kompolnas di Jakarta dan Jaksa Agung RI di Jakarta,” tambah Indra Kasyanto. Norman Irawan mengharapkan agar Kapolda menanggapi serius dengan memproses laporan pengaduan tersebut.
Ade Indra Chaniago meminta dengan hormat agar Kapolda Sumsel dan Dirreskrimsus Polda Sumsel yang baru menjabat agar bertindak tegas dan sungguh-sungguh memproses laporan pengaduan tersebut. “Jangan sampai sebagian pejabat dan ASN berfoya-foya memperkaya diri dengan duit rakyat, sementara pembangunan yang mestinya dibiayai dengan uang rakyat tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan maksimal,” tambahnya. (aa)*