Reformasi Diamputasi, Koalisi Perubahan Melawan

#SalamSrika

Selasa, 3 Dzul Qa’dah 1444 Hijriah    /23 Mei 2023 M

Isa Ansori,

Akademisi dan Kolumnis

 

Dua puluh lima tahun sudah reformasi berlalu, selama dua puluh lima tahun itulah, di zaman rezim Jokowi, reformasi terasa diamputasi.

Gerakan reformasi yang mencapai puncaknya 21 Mei 1998, bukanlah sebuah gerakan yang tiba – tiba muncul, gerakan ini muncul sebagai akumulasi perilaku Orde Baru saat itu yang semakin menampakkan watak otoritarianisme.

Perlawanan – perlawanan rakyat dan mahasiswa silih berganti muncul, dimulai dengan upaya menghilangkan keragaman dan kebhinekaan bangsa dengan diberlakukannya UU No 8 tahun 1985 dan UU No 3 tahun 1985 dimana disebutkan bahwa partai politik dan golongan karya harus mengggunakan satu satunya ideologi yaitu ideologi Pancasila. Penolakan itu bukan dikarenakan asas Pancasila nya tetapi lebih pada upaya penyeragaman yang akan dilakukan. Penyeragaman inilah yang akan menghilangkan gotong royong, hilangnya asas kekeluargaan, hilangnya persatuan dan kesatuan, hilangnya rasa gotong royong dan saling membantu.

 

PROMO UMROH MILAD HOLIDAY ANGKASA WISATA

 

Watak orde baru yang menganggap siapapun yang berbeda adalah musuh, adalah watak yang dikembangkan pada zaman rezim ini, Saya Indonesia, Saya Pancasila adalah jargon yang digaungkan. Seolah siapapun yang tidak sejalan dengan rezim, dianggap sebagai musuh. Persis yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia, menggunakan Pancasila sebagai tameng untuk memberangus mereka yang berbeda dalam pandangan politik.

Reformasi hadir untuk memperbaiki itu semua, menghapuskan KKN, menciptakan pemerintahan yang bersih, mengembalikan dwi fungsi ABRI, kebebasan berpendapat dan demokrasi. Teladan baik Reformasi dilakukan oleh BJ Habibie, Gus Dur, Megawati dan SBY. Alam demokrasi terasa sekali.

Malapetaka demokrasi terjadi disaat Jokowi memimpin. Perbedaan pendapat dikriminalisasi, hukum tajam ke lawan, tumpul ke kawan, keberpihakan terhadap rakyat tak sebesar keberpihakan kepada oligarki, rakyat dieksploitasi sebagai tameng kebijakan palsu dan seolah olah, media pun menjadi kehilangan daya kritisnya, lebih dahsyat lagi, hampir semua program pemerintah dikuasai oleh mafia dan korupsipun merajalela.

 

Rumah Kontrakan 2 Pintu Di Jual

 

Perlakuan yang anti demokrasi nyolok sekali diperlihatkan oleh Jokowi, demi mempertahankan kekuasaan, Jokowi mendorong perpanjangan jabatannya dan memunculkan isu Jokowi tiga periode. Namun semua itu terhenti, mayoritas partai termasuk PDIP menolak isu itu. Langkah Jokowi sementara terhenti.

Gagal dengan cara itu, mulai dimunculkan gerakan asal bukan Anies, mulailah dilakukan dengan mengatur koalisi dan siapa yang digadang sebagai capres dan cawapresnya. Bagi Jokowi, Anies adalah ancaman, meski sejatinya Anies adalah orang baik yang pernah berjasa pada karir politiknya.

 

Rumah Kontrakan 6 Pintu Di Jual

 

Rekam jejak Anies selama memimpin Jakarta membuat Jokowi trauma, karena semua janji politik terhadap oligarki kandas di tangan Anies, penutupan reklamasi adalah wujud nyata penghentian janji jokowi terhadap oligarki. Keberpihakan Anies kepada kaum buruh dalam penetapan UMK yang memaksa para pengusaha menaikkan UMK di Jakarta adalah bukti lain bahwa Anies berpihak pada rakyat.

Nampaknya rekam jejak Anies yang berpihak pada rakyat dan mampu menghadirkan persatuan dan keadilan sosial di Jakarta, membuat Partai Nasdem dengan semangat restorasinya tertarik untuk mengusung sebagai capres 2024. Hal ini sejalan dengan semangat restorasi perubahan dan keberlanjutan untuk menjadikan Indonesia lebih baik lagi.

Apa yang dilakukan oleh Partai NasDem, juga dilakukan oleh Partai Demokrat dan PKS, mereka sama sama tertarik dengan rekam jejak Anies. Dengan semangat menjadikan Indonesia yang adil dan sejahtera, semangat perbaikan Indonesia sesuai dengan amanah UUD 1945, bersepakat membentuk Koalisi Perubahan.

 

Rumah Di Jual

 

Pilihan mengusung Anies bagi Jokowi adalah pilihan yang tidak menyenangkan, sehingga akibat itu harus ada konsekwensi, terutama bagi Partai NasDem. Mengapa? Karena NasDem sebagai koalisi di pemerintahan dianggap telah membangkang dan menyalahi tita Jokowi.

Konsekwensi pertama dihadapi oleh Demokrat, Demokrat harus menghadapi ujiannya, yaitu pembegalan partai oleh Moeldoko. Upaya Moeldoko untuk merebut partai Demokrat dimunculkan kembali dengan alasan ditemukan novum baru. Namun sayangnya upaya itu mendapatkan perlawanan dari kader – kader partai. AHY sebagai ketua umum dan mantan militer, tahu betul apa yang harus dilakukan. Dia bakar semangat kader dan tantang Moeldoko untuk bertarung di pengadilan, tentu saja ini juga bagian dari strategi menggagalkan pencalonan Anies.

Bahkan selain upaya penyerangan dengan cara kasar, Demokrat juga menghadapi serangan serangan halus, diantaranya untuk meninggalkan Koalisi Perubahan dengan kompensasi tertentu.

Hal yang juga dihadapi oleh PKS, PKS dirayu untuk bergabung dengan koalisi lain dan meninggalkan Koalisi Perubahan, tentu saja ujung akhirnya adalah gagalnya Anies dicalonkan.

Anies sebagai capres juga tak luput mendapatkan serangan serangan itu, instrumen hukum digunakan untuk mentersangkakan Anies, Formula E yang tak ada salahnya, dicari celahnya. Pokoknya harus bersalah dan menjadi tersangka.

Serangan demi serangan tak mempan dilakukan, ibarat bermain bola, Anies dan para petinggi partai bukannya semakin lemah, justru sebaliknya, ini menjadi tantangan dan melakukan serangan balik. Mereka ibarat striker bola yang silih berganti melambungkan umpan dan melesatkan ke pihak lawan. Isu isu kerakyatan, isu isu keberpihakan dan isu hutang luar negeri serta keberpihakan terhadap oligarki dan China tak lagi dikemas dalam bahasa yang halus, kini lebih terbuka, gamblang dan jelas. Sehingga rakyat tak perlu lagi berpikir keras untuk memahami kebijakan istana yang carut marut dan ugal ugalan.

Yang terbaru tentang subsidi mobil litrik yang disinyalir pemainnya adalah LBP dan Moeldoko. Anies mengatakan kalau anda jadi Player, jangan anda jadi regulator, kalau jadi Player ya jadi Player, kalau jadi regulator ya sudah jadilah regulator.

Dalam kasus subsidi mobil listrik ternyata Moeldoko dan LBP adalah diduga penerima subsidi pemerintah.

Upaya terbaru serangan terhadap Koalisi Perubahan dilakukan kepada Partai NasDem, gagal menunjukkan Surya Paloh, maka serangan diarahkan ke Sekjend partai yang juga Menkominfo, Johni G Plate.

Penangkapan Johni G Plate diharapkan mengguncang Partai NasDem dan Surya Paloh, namun sayangnya setelah dua jam penangkapan, setelah bertemu Anies, melalui Anies, SP mengatakan tak yang berubah dan tak ada yang bergeser. Bahkan SP juga mengatakan terlalu mahal diborgol untuk seorang Sekjend Partai dan Menkominfo. Sebuah pesan tidak ada ketundukan dan akan melawan.

Sinyal perlawanan mulai dimunculkan ketika menghadiri milad ke 21 PKS di Istora Senayan. Tokoh – tokoh Koalisi Perubahan hadir disana, formasi lengkap Partai Demokrat dan PKS, NasDem dan bahkan Yusuf Kalla hadir.

 

Mereka semua bersuara lantang tentang praktik culas demokrasi yang dipertontonkan. Mulai dari Akhmad Syaikhu, AHY, Akhmad Ali, Yusuf Kalla dan Anies bersuara sama seperti koor yang saling mengharmoni suara perlawanan.

Kini suara perlawanan semakin lantang dan semakin menggelora, di acara 25 tahun reformasi Anies bahkan mengatakan kita jangan takut meski kita menghadapi kekuatan besar, untuk Indonesia lebih baik lagi, maka harus kita lawan praktik praktik culas bernegara dan mematikan demokrasi. Kini gaung perlawanan tak lagi solo run NasDem, Anies, PKS dan Demokrat, tapi kini sudah menjadi gerbong perlawanan untuk perubahan.

Jokowi kini harus menghadapi gelombang perlawanan dan perubahan, tidak hanya dari partai politik Koalisi Perubahan, tapi juga perlwanan dari rakyat.

Inilah yang akan membuat hari hari Jokowi semakin sibuk dan gelisah. Sibuk menutupi kekuasaannya yang semakin lemah dan gelisah tentang masa depan dirinya dan keluarga serta masa depan proyek ambisinya IKN dan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang disinyalir banyak masalah. Bahkan bisa jadi NasDem yang sudah 10 tahun bersama Jokowi juga tak akan tinggal diam akibat diperlakukan dengan tindakan yang tidak memartabatkan, bisa saja NasDem akan membongkar seluruh kebusukan dan rahasia istana serta Jokowi yang dia ketahui.

Buat Pak Presiden tidak ada kata terlambat, kembalilah ke jalan yang benar, jadilah guru bangsa dan mentor yang baik sebagaimana para pemimpin lain di masa reformasi, kalau tak ingin pengadilan rakyat akan menggilas.

Ingatlah pak Jokowi tak ada kekuasaan yang abadi, jangan halangi hukum alam dan perubahan, yang terbaik adalah menyatu dengan kehendak alam.

Reformasi adalah kehendak alam akan perubahan, tak bisa lagi diamputasi, biarlah berjalan bersama Anies Baswedan, sebagai takdir dan titah perubahan.

Surabaya, 22 Mei 2023

Isa Ansori
Kolumnis dan Akademisi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »
Exit mobile version