Vis A Vis Istana dan Upaya Penyelamatan Indonesia

Sriwijaya Merdeka : Surabaya

#SalamSrika

Isa Ansori, Kolumnis

Dalam bagian pertama tulisan saya yang sudah dimuat oleh kawan – kawan media massa dan online tentang “Menunggu Anies di Persimpangan Jalan”, saya membagi kepentingan isu ada empat.

Setidaknya dari sebaran isu itu bisa dipilah menjadi beberapa kepentingan di antaranya adalah pertama, pada upaya melawan kekuatan besar penghadang pemilu bertemu kepentingan Anies, Koalisi Perubahan, Gerindra dan PDIP. Kedua, pada isu menghadang Anies agar gagal menjadi capres, maka akan bertemu, istana, Koalisi Pemerintahan, PDIP dan KIB. Ketiga, pada isu terjaminnya proyek proyek pemerintah dan masa depan presiden paska tidak menjabat, bertemu kepentingan istana, Anies dan Koalisi Perubahan. Keempat, Pada isu mengalahkan Anies dalam kontestasi Pilpres bertemu kepentingan, Istana, Gerindra, PDIP, KIB dan Jokowi.

Baca juga:      Menunggu Anies Dipersimpangan Jalan

Pada isu pertama, Istana tidak bisa dipahami hanya Jokowi, tapi dibaliknya ada kekuatan besar yang selama ini dianggap sebagai kekuatan besar yang mampu mengendalikan Jokowi dan kebijakan – kebijakannya selama ini. Hal ini tentu merujuk pada Luhut yang selama selalu pasang badan terhadap kebijakan – kebijakan Jokowi yang kontroversial, utamanya berkaitan dengan China dan IKN. Bisa diduga itulah yang dianggap PDIP melalui pernyataan Hasto, Sekjend PDIP adanya kekuatan besar yang mengendalikan upaya – upaya penundaan pemilu dan Jokowi tiga periode.

Bagi PDIP saat ini Jokowi dianggap sebagai sosok yang telah melanggar fatsun politiknya, siapapun mereka kader PDIP adalah petugas partai. Namun sayangnya dalam kontestasi Pilpres ini, pilihan Jokowi berbeda dengan Megawati yang mendapat mandat partai, Jokowi menghendaki Ganjar Pranowo, sementara Megawati, tanda – tandanya lebih condong ke Puan Maharani, selain sebagai kader ideologis, Puan juga adalah kader biologis.

Sikap Jokowi yang berbeda dan lebih tunduk pada kemauan Lord Luhut inilah membuat Megawati harus memasang badan melawan isu penundaan pemilu apalagi perpanjangan masa jabatan presiden. Megawati tegas mengatakan menentang upaya – upaya apapapun yang melanggar konstitusi.

Apa yang dilakukan oleh Megawati, PDIP itu senada dengan apa yang akan dilakukan oleh partai politik yang ada didalam Koalisi Perubahan, Partai NasDem, PKS dan Demokrat serta juga Gerindra yang saat ini bagian dari Koalisi pemerintahan, seperti PDI-P dan NasDem.

Bahkan dalam pertemuannya dengan Surya Paloh di Markas Gerindra, Prabowo mengatakan bahwa isu penundaan pemilu adalah sebagai sesuatu yang tak masuk akal.

Pada isu kedua, upaya – upaya menghadang Anies agar gagal mendapatkan tiket capres, terlihat bagaimana upaya Jokowi dbanyak tempat yang selalu mengendorce calon presiden tertentu dengan mengesampingkan Anies. Anies dianggap sebagai sosok capres yang kesusu dicalonkan, sosok capres yang sembrono dicalonkan dan sederet perlakuan yang men-downgrade Anies. Anies mengusung politik identitas, Anies didukung kelompok intoleran, Anies gagal dan sebagainya yang cenderung fitnah.

Aktor utama dalam upaya penggagalan ini istana ( LBP dan Jokowi) bertemu dengan kepentingan PDIP yang terang – terangan menolak Anies. Pernyataan Hasto yang “mengancam” NasDem dan Koalisi Perubahan, bahwa tak mungkin PDIP bisa bekerja sama dengan Koalisi Perubahan selama mereka mengusung Anies. Hasto telah membuat kuburan Koalisi dengan Koalisi Perubahan selama Koalisi Perubahan mengusung Anies.

Lalu bagaimana dengan Koalisi Pemerintahan yang lain, pernyataan Prabowo, Ketua Umum Dewan Pembina Gerindra ketika bertemu Dengan Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem, bahwa kita menghormati pilihan politik dan otonomitas masing – masing, namun tetap menjalin komunikasi dan silaturahmi demi keberlangsungan kehidupan bangsa yang lebih baik.

Sikap yang diambil Prabowo dalam menyikapi pilihan Partai NasDem dan Koalisi Perubahan masih membuka ruang dengan syarat untuk kehidupan bangsa yang lebih baik, berbeda dengan sikap PDIP yang menutup pintu dialog.

Bahkan Koalisi Pemerintahan yang tergabung dalam KIB dengan tegas merekomendasikan Ganjar – Eric Thohir sebagai capres dan cawapres dan ini linear dengan kepentingan istana, meski belakangan Golkar mencoba mementahkan, bahwa sampai saat ini Golkar masih tegak lurus mencalonkan Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto sebagai capres.

Dalam isu kedua ini, terlihat bahwa sikap Koalisi Pemerintahan terbela, KIB memunculkan duet Prabowo – Muhaimin sebagaimana MOU mereka, KIB memunculkan Ganjar Eric Thohir, PDIP meski belum secara terang – terangan merekomendasikan, namun tanda tanda nya ke Puan, meski bisa juga ke Ganjar tapi apakah mungkin juga ke Eric Thohir, tapi bagi PDIP trah Soekarno jelas ini menjadi “ancaman”. Sikap Megawati dalam isu pertama tentu akan membuat konstelasi yang berbeda dengan pilihan istana, meski sama sama berupaya agar Anies gagal nyapres.

Pada isu ketiga, akankah Anies bisa menjamin program – program pemerintah yang sudah diundangkan, termasuk didalamnya IKN dan jaminan masa depan presiden setelah tidak menjabat?

Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, siapapun kelak yang akan terpilih termasuk didalamnya Anies, tentu tak bisa serta merta bisa mengganti dan menghapuskan, karena program – program pemerintah yang sudah diundang – undangan adalah amanah konstitusi, yang bisa dilakukan adalah meninjau kembali dan menyusun skala prioritas program. Dan disinilah kepentingan istana bertemu dengan kepentingan Anies dan Koalisi Perubahan. Mengapa saya menyebut Anies, karena Anies telah menjadi fonomena dan simbol perubahan yang diharapkan. Kunjungan Anies ke berbagai daerah dan disambut gegap gempita adalah sinyal kemenangan Anies, bila tidak ada hal – hal yang memaksa Anies harus kalah.

Pernyataan PKS bahwa persoalan IKN akan dilihat dalam berbagai kepentingan terbaik bangsa, ini menandakan bahwa Koalisi Perubahan bukanlah Koalisi yang akan menghapus semua jejak Jokowi, Koalisi Perubahan akan melihat berbagai kepentingan terbaik bangsa.

Pernyataan PKS ini diamini oleh Partai NasDem, bahwa Anies adalah sosok yang taat konstitusi, tidak mungkin Anies akan melanggar Konstitusi, bagi NasDem, jejak Anies di Jakarta adalah bukti autentik bahwa Anies sosok pemimpin yang taat konstitusi.

Pernyataan Budie Arie, Ketua Projo bahwa Anies tidak boleh menghubungi relawan, kalau mau hubungi langsung Jokowi, karena itu permintaan Jokowi, semakin menegaskan bahwa Jokowi dan istana butuh Anies Baswedan.

Pada isu keempat, bagaimana istana bisa mengalahkan Anies dalam kontestasi Pilpres, dilakukan upaya – upaya downgrade, sebagaimana yang dikatakan pada isu kedua dengan mengendorce calon tertentu selain Anies, sebagaimana dilakukan oleh PAN yang memunculkan Ganjar – Eric Thohir. Di Gerindra juga begitu masih “keukeuh” dengan Capresnya dan belum tentu Capresnya Cak Imin, bahkan Prabowo hari hari ini lebih intens mendekati Khofifah, gubernur Jatim.

Dinamisasi konstelasi politik tentu masih akan mengalami pergerakan dan perubahan, tentu ini sangat berkaitan dengan sinyal kepentingan – kepentingan yang dikirimkan.

Belum lagi penetrasi kekuatan yang akan dilakukan kalau komunikasi menemukan kepentingan mengalami “deadlock”. Ditambah lagi banyak nya ketua partai politik dan anggota – anggota nya masih menjadi ” pasien” KPK dan instrumen penegak hukum lainnya. Rekomendasi PN Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima dan meminta tahapan – tahapan pemilu dilaksanakan dengan perintah pelaksanaan pemilu ditunda, harus dipahami bahwa masih ada sinyal dan syahwat pemilu diundur atau masa jabatan presiden diperpanjang sebagai ganti presiden tiga periode.

Pada akhirnya bahwa dinamika politik yang terjadi saat ini, tak bisa hanya dipahami dari apa yang nampak dan apa yang kita pikirkan, kita mesti harus bisa menangkap dan merangkai sinyal – sinyal yang ada. Sehingga dibutuhkan kebesaran hati dan kecerdasan agar kita bisa mengatakan belum tentu yang baik menurut kita baik dalam membangun konstelasi bernegara, karena ternyata dalam membangun negara ternyata variabelnya bukan hanya rakyat dan negara tapi juga kepentingan para penyelenggara negara.

Daripada kita banyak memikirkan sesuatu yang tak bisa kita pahami, ada baiknya kita lebih sering mentertawakan diri kita, agar kita bisa menghibur diri kita sendiri.

Surabaya, 6 Maret 2023

Isa Ansori
Akademisi dan Kolumnis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »
Exit mobile version