Antara Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Perubahan Untuk Persatuan
#SalamSrika
Selasa, 20 Ramadhan 1444 Hijriah / 11 April 2023 M
Isa Ansori, Akademisi dan Kolumnis
Baca juga : Semakin Diserang Anies Dan Koalisi Perubahan Untuk Persatuan Akan Seperti Karang
Rumah PAN menjadi saksi sejarah dimulai gagasan Koalisi besar yang direstui Jokowi. Koalisi besar ini konon merupakan gabungan dari KIB dan KIR. KIB terdiri dari Golkar, PAN dan PPP, sedangkan KIR terdiri dari Gerindra dan PKB.
Koalisi diharapkan mampu menjembatani kemauan Jokowi berkaitan dengan proyek – proyek ambisiusnya yang sudah diteken kontrak dengan oligarki dan investor Cina. Pandemi Covid 19 menjadi bencana bagi ambisi Jokowi mewujudkan itu semua ditengah semakin mendekatnya pelaksanaa pilpres 14 Februari 2024.
Untuk memenuhi tekanan dan ambisinya, Jokowi tak hanya menggunakan tangan besinya dengan memanfaatkan instrumen hukum tapi juga memaksakan orang orang-orang nya agar bisa dicalonkan menjadi capres. Tentu saja Jokowi tidak bekerja sendirian, ada tuan yang mengarahkan Jokowi agar bertindak seperti itu, memaksakan instrumen hukum dan mengintervensi partai politik atau kalau perlu merebutnya, seperti yang dialami oleh Demokrat saat ini. Sang kreator itulah yang memegang kendali remot yang menggerakkan Jokowi.
Yang terbaru untuk menghadang elektabilitas Anies yang sudah tak terbendung lagi, Jokowi mengarahkan PAN untuk mengadakan gelaran kenduri yang dibalut dengan silaturahmi Ramadhan. Dalam silaturahmi yang dihadiri koalisi pemerintahan, KIR dan KIB, Jokowi menyarankan agar dua koalisi ini dilebur, kelak menjadi koalisi kebangsaan, minus PDIP dan Partai NasDem. PDIP saat itu tak hadir dan NasDem sudah mencalonkan Anies bersama Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Koalisi kebangsaan sejatinya adalah koalisi yang diharapkan Jokowi, karena hanya dengan unsur unsur kekuatan itu yang bisa dilakukan untuk menghadang Anies dan melampiaskan ambisinya. Betapa tidak setelah gagalnya isu perpanjangan jabatan, Jokowi melalui LBP melemparkan isu tiga periode, namun isu itu juga gagal. Lalu saat ini sekaligus melemparkan tiga peluru, mentersangkakan Anies melalui KPK dengan upaya memaksakan kriminalisasi Formula E, merebut Demokrat menggunakan tangan Moeldoko dan yang terakhir membangun koalisi besar, koalisi Jokowi, koalisi kebangsaan.
Koalisi kebangsaan yang diinisiasi Jokowi ini juga terancam gagal, karena PDIP sebagai partai pemenang pemilu memasang harga tinggi, Puan harus capres. Sementara jagoan Jokowi, Prabowo juga memasang harga mati sebagai capres.
Apa yang dilakukan Jokowi adalah hal yang tak lazim dalam sejarah demokrasi sejak reformasi. Tak ada satupun presiden yang diakhir masa jabatannya terlihat sibuk seperti Jokowi, terlibat dalam pencapresan, sibuk memilih penerusnya dan sibuk melakukan kerja kerja politik untuk menghadang lawan politik dan calon yang tak dikehendaki.
Tentu saja ini penodaan terhadap demokrasi dan menghancurkan reputasinya sebagai kepala negara dan negarawan. Jokowi mengotori tangannya dalam proses demokrasi.
Hari hari ini semakin mendekatnya pendaftaran Capres dan cawapres Parpol, Koalisi Jokowi belum juga menemui titik tengah, apalagi situasi Jokowi sedang tidak baik baik saja dengan PDIP dan Megawati.
Prabowo sebagai calon yang digadang sebagai pelanjut Jokowi juga belum menemukan siapa yang akan menjadi cawapresnya.
Prabowo hanya dijagokan oleh Jokowi dan Gerindra, belum oleh partai – partai koalisi kebangsaan. PAN sudah memunculkan nama Ganjar – Eric Thohir. Golkar sudah memunculkan nama Airlangga Hartarto. PDIP yang diharapkan ikut juga bergabung mematok Puan harus capres. Semakin pusing dan panik saja Jokowi. Sehingga sangatlah sulit menundukkan berbagai kepentingan ini, kecuali Jokowi menggunakan tangan besinya dengan menggunakan kekuasaan dan instrumen hukum. Seperti yang dilakukan oleh Firli dan Moeldoko.
Lalu apa yang bisa dilakukan oleh Jokowi? Jokowi masih punya peluang, mendekati Nasdem agar bisa menjamin bahwa Anies tidak seperti yang dibayangkan, akan menghabisi semua yang direncanakan.
Kalau Jokowi memahami apa yang dilakukan oleh Nasdem tidak ada alasan untuk tidak mendukung langkah – langkah NasDem. NasDem dengan semangat restorasi dan perubahan serta keberlanjutan, tidak akan melakukan apa yang dibayangkan oleh Jokowi, justru akan melanjutkan apa yang baik dan memperbaiki serta merubah yang dirasa belum baik untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Anies juga bukanlah orang yang seperti dibayangkannya, Jokowi terlalu berlebihan ketakutannya, selalu dibayangi oleh halusinasi dan ketakutan, sehingga semakin tidak realistis dalam berpikir dan bertindak.
Semakin menguatnya penerimaan masyarakat terhadap Anies, maka yang paling realistis bagi Jokowi dan PDIP adalah mendekat kepada koalisi perubahan untuk persatuan. Karena koalisi ini adalah koalisi yang bercita-cita menjalankan konstitusi secara benar. Masih ada waktu bagi Jokowi kembali ke jalan yang benar, bersama Anies dan Koalisi Perubahan untuk Persatuan menyelamatkan Indonesia dari tangannya yang berlumuran dosa.
Surabaya, 11 April 2023
Isa Ansori
Akademisi dan Kolumnis