Antara Presiden Pilihan Rakyat dan Pilihan Oligarki
#SalamSrika
Jumat, 16 Ramadhan 1444 Hijriah / 07 April 2023 M
Isa Ansori, Akademisi dan Kolumnis
Baca Juga : Melawan Capres Oligarki
Perhelatan pilpres 2024 merupakan arena kontestasi pasangan capres dan cawapres yang muncul dari rahim rakyat dan pasangan capres-cawapres yang dilahirkan oleh oligarki.
Pasangan yang didukung rakyat dan didukung oligarki bisa dilihat dari bagaimana sang calon dipromosikan. Ukurannya sederhana, bila sang calon dieleu – elukan oleh rakyat dan dimusuhi kekuasaan maka sang calon bisa diduga lahir dari keinginan rakyat sebaliknya bila sang calon didorong dan dipromosikan oleh mereka yang jauh dari kepentingan rakyat dan lebih dekat dengan kepentingan oligarki, maka calon bisa diduga lahir dari keinginan oligarki. Nah kita tahu siapa yang didukung rakyat dan siapa yang didukung oleh oligarki melalui istana. Mengapa istana? karena istana selama periode pemerintahan ini lebih banyak berpihak pada kepentingan oligarki.
Tampak sekali perbedaan antara keduanya, yang lahir dari rahim rakyat, kehadirannya tak pernah sekalipun diendorce oleh istana, sedangkan yang lahir dari rahim oligarki langsung dibimbing oleh Presiden, padahal sebagai lembaga pemerintahan dan kepala negara, Presiden harusnya bersikap netral.
Lalu siapa dari para capres yang didukung rakyat dan didukung oligarki? Tentu saja publik sudah mahfum semuanya. Para capres yang ada itu bisa kita pilah menjadi tiga, dari rakyat tidak didukung istana, dari partai penguasa tidak didukung istana, dari partai penguasa dan didukung istana.
Kelompok pertama yang tidak rakyat yang tidak didukung istana adalah Anies Rasyid Baswedan, Agus Bambang Harimurti Yudhoyono, Kang Aher, yang kedua dari kelompok partai penguasa tapi tidak didukung istana, Puan Maharani dan Airlangga Hartarto, yang ketiga dari Koalisi istana dan didukung istana yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Eric Tohir.
Kelompok satu dan dua, akan rentan mengalami gangguan dari istana dan oligarki, kelompok satu akan mengalami gangguan dan tekanan yang sangat tinggi. Kelompok satu akan dianggap sebagai kelompok yang tidak akomodatif dan merubah konstelasi yang sudah dibangun oleh kelompok tiga. Padahal tidak selalu begitu, dibutuhkan komunikasi yang terbuka sebagai tradisi negara demokrasi. Tapi sayangnya kelompok tiga tak terbiasa dengan tradisi demokrasi yang “movement”, demokrasi sebagai suatu gerakan. Kelompok tiga lebih banyak bermain pada demokrasi seolah – olah, sehingga demokrasi kita seringkali mengalami manipulasi.
Kelompok satu yang saat ini berada dalam wadah koalisi perubahan untuk persatuan, direpresentasikan oleh Anies Baswedan, seringkali dianggap sebagai antitesa terhadap kelompok tiga, sehingga aktivitas Anies seringkali mengalami gangguan – gangguan. Apalagi narasi yang dibawah Aneis adalah narasi memenuhi janji kemerdekaan, sebuah janji para pendiri bangsa ketika memproklamasikan kemerdekaan bangsa. Janji mewujudkan kemerdekaan, perdamaian, ketertiban, persatuan dan keadilan sosial.
Kelompok satu ini adalah kelompok yang mengusung calon presiden yang memang betul – betul lahir dari rahim rakyat dan menjadi harapan rakyat.
Koalisi kelompok dua, yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu ( KIB) adalah Koalisi yang diharapkan menjadi alternatif kendaraan istana dan oligarki, bila kepentingan istana dan oligarki mengalami kebuntuan, namun sayangnya Koalisi ini adalah Koalisi rentan karena masing partai politik juga punya kepentingan sendiri. Jadi meski menjadi bagian dari istana dan oligarki, kelompok ini bisa saja menentukan jalannya sendiri yang berbeda dengan kelompok istana dan oligarki. Dan ini sudah dibuktikan oleh Partai Nasdem dan juga PDIP. Partai Nasdem mengusung Anies Baswedan dan PDIP konon kabarnya akan Mengusung Puan. Hal lain yang dilakukan PDIP adalah sikap tidak sejalan dengan istana dalam kasus timnas Israel di Piala Dunia U – 20 yang diadakan di Indonesia, meski dalam sikap tidak sejalan ini ada Ganjar Pranowo yang merupakan capres dari kelompok tiga. Akibat pilihan inilah, kini nasib Ganjar menjadi tidak pasti.
Kehadiran partai Golkar dan PPP dalam acara bukber yang diadakan oleh Partai NasDem yang juga dihadiri oleh Anies Baswedan beserta partai – partai Koalisi perubahan untuk persatuan mengindikasikan bahwa kelompok dua pun mulai rentan meninggalkan istana dan kelompok tiga.
Apa yang dilakukan oleh kelompok dua, Golkar dan PPP tentu menjadi bagian dari kesadarannya bahwa presiden pilihan rakyat tak bisa dibendung lagi, sehingga menjadi rasional pernyataan Airlangga Hartarto bahwa Koalisi yang lebih besar akan terbentuk lagi, Koalisi yang bisa diharapkan menyelamatkan Indonesia agar lebih baik lagi dalam memenuhi janji Kemerdekaan.
Dari kelompok dua apakah hanya Golkar dan PDIP, kalau melihat konstelasi politik yang terjadi saat ini dengan menghidupkan narasi anti penjajahan dan timnas Israel menjadi korbannya, PDIP tentu ingin memberi sinyal dan pesan bahwa PDIP juga membangun narasi Kemerdekaan yaitu anti penjajahan yang selama ini disuarakan oleh kelompok Islam. PDI-P bisa dipahami akan lebih mendekatkan pada kelompok Islam yang selama ini terkesan dijauhkan oleh Hasto, Sekjend PDIP.
Kalau wacana ini yang terjadi duet Anies AHY, Anies – Aher, Anies Khofifah, Anies – Airlangga Hartarto dan bahkan Anies – Puan akan menemukan momentumnya. Tergantung bagaimana kalkulasi dan pilihan Anies dan Parpol pengusungnya.
Kelompok tiga yang diisi capres – cawapres Prabowo, Ganjar dan Eric Thohir adalah yang selama ini diendorse oleh istana, namun sayangnya Ganjar mengalami “blunder” menolak kehadiran timnas Israel di Indonesia, hal ini tentu akan menjadi pertimbangan bagi kepentingan oligarki dan istana, berbeda dengan Prabowo dan Eric Thohir, yang selama telah mampu menjadi murid yang baik dan penurut terhadap istana dan oligarki. Bahkan Prabowo juga sudah mengakui bahwa Jokowi adalah mentor terbaiknya untuk mempersiapkan diri jadi presiden. Sikap Ganjar ini juga akan membuka peluang kelompok dua PDIP untuk maju sendiri dengan menduetkan Puan – Ganjar atau Ganjar – Puan. Tapi lagi – lagi Ganjar sudah dianggap sebagai ancaman bagi trah Soekarno di PDIP. Sehingga meski wacana itu ada, tentu dibutuhkan pertimbangan yang matang oleh Megawati.
Duet Prabowo – Ganjar, Prabowo – Eric dan mungkin Prabowo – Imin adalah hal yang mungkin terjadi dari kelompok tiga, meski Cak Imin juga seringkali melakukan gerakan cepat untuk mengamankan posisi diri dan partainya. PKB meski berada dalam Koalisi pemerintahan, tapi manuver – manuver yang dilakukan juga kadang mendebarkan istana.
Setidaknya bila melihat konstelasi politik yang terjadi saat ini, dimana kekuatan kelompok tiga yang semakin melemah, hilangnya “trust” masyarakat akibat salah kebijakan dan keberpihakan, maka kombinasi kelompok satu dan kelompok dua adalah keniscayaan untuk melayani rakyat dan melawan oligarki. Lalu Siapakah itu? Tersedia pilihan Anies – Khofifah, Anies – Airlangga Hartarto dan Anies – Puan. Anies – AHY dan Anies – Aher adalah pasangan yang murni Koalisi perubahan untuk persatuan, tapi akan sulit diterima dalam kompromi politik. Pilihannya hanya tiga, Anies – Khofifah, Anies – Airlangga Hartarto dan Anies – Puan.
Surabaya, 1 April 2023
Isa Ansori
Akademisi dan Kolumnis